Palembang, – Redaksi.co, Proyek ambisius yang digadang-gadang mampu mengatasi banjir Kota Palembang kini justru berubah menjadi polemik berkepanjangan. Rencana pembangunan Kolam Retensi Simpang Bandara seakan jalan di tempat, bahkan lokasi yang sudah dibebaskan kini hanya menjadi rawa hantu, sarang ular berbisa, jauh dari fungsi semula yang dijanjikan.
Awalnya proyek ini direncanakan di kawasan Kebun Bunga, namun belakangan dialihkan ke Jalan Noerdin Panji, tepatnya di Lorong Suka Damai RT 69, 72, dan 73, Kecamatan Sukarami. Alasan yang dikedepankan: elevasi tanah lebih rendah dan NJOP dinilai lebih “menguntungkan” untuk proses ganti rugi.
Proyek ini menggunakan dana APBD Sumsel melalui Bantuan Gubernur (Bangub) dengan nilai fantastis:
Tahap I (2023): Rp30 miliar
Tahap II (2024): Rp32 miliar
Total: Rp62 miliar uang rakyat!
Namun, yang memicu amarah publik adalah dugaan mark up pembebasan lahan. Harga ganti rugi yang dibayarkan justru dituding jauh melambung tinggi, bahkan disebut mencapai 400% lebih mahal dari harga pasar maupun NJOP.
Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI), Feri Kurniawan, tak tinggal diam. Ia menyebut dugaan permainan dalam proyek ini berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
> “Kantor Jasa Penilai (KJPP), Dispenda, Bagian Pertanahan, dan dinas terkait harus dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum. Kalau perlu KPK turun tangan agar jelas berapa puluh miliar kerugian negara,” tegasnya.
Feri juga menambahkan, dugaan mark up ini tercium seperti dilakukan secara sistematis, terencana, dan terkoordinasi.
> “Kalau benar ada permainan kotor di balik proyek ini, maka ini perampokan uang rakyat secara terang-terangan. APH seharusnya bisa bergerak cepat, karena menentukan kerugian negara dan menetapkan tersangka bukanlah hal sulit—ibarat membalik telapak tangan,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi publik Sumsel. Proyek yang awalnya diharapkan sebagai solusi banjir, justru menambah luka rakyat karena aroma korupsi begitu kental. Pertanyaannya: apakah aparat berani membuka borok proyek ini, atau justru ikut menutupinya?
—